Follow Us
Beranda / Editorial / Setahun kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf : Tahun politik

Setahun kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf : Tahun politik

Reporter: H SAKY ~ BISNIS ACEH
  | Senin, 24 Juni 2013 23:21 WIB

FOTO : antaranews.comGubernur dan Wakil Gubernur Aceh

25 Juni 2012, tepatnya setahun yang lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi secera resmi melantik dan menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih dalam suatu rapat paripurna DPR Aceh yang dilangsungkan di gedung dewan setempat.

Dan besok, 25 Juni 2013 tepat setahun kepemimpinan Aceh dibawah Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.

Banyak kalangan dan masyarakat tentu ingin mengetahui sejauh apa progres dan kinerja pemerintahan Aceh dibawah kepemimpinan keduanya.

Berbekal kemenangan mencapai 55,75 persen suara rakyat Aceh, tentu merupakan modal besar untuk mendorong perubahan Aceh sebagaimana ekspektasi masyarakat saat menjatuhkan pilihannya pada kedua figur yang diusung oleh Partai Aceh (PA) tersebut.

Dan tentunya, berbekal dukungan 33 kursi suara di Parlemen, adalah hal yang mudah untuk mengintegrasikan gagasan dan ide-ide pembaharu guna mencapai visi dan misi keduanya saat mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.

Tentu tidak ideal dan fair jika kita mengukur keberhasilan keduanya dari sisi program dan kegiatan yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Aceh (APBA).

Hal ini dikarenakan ketika dilantik pada 25 Juni 2012, praktis keduanya hanya menjalankan program dan kegiatan yang telah disusun dan direncanakan oleh pendahulunya.

Guna melakukan penilaian yang fair dan objective, tentu kita harus melihat program, kegiatan dan sasaran yang ingin dicapai dan diwujudkan keduanya melalui instrumen APBA 2013, yang secara murni dirancang tim yang dibentuk Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf sebagai penjabaran visi dan misi yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh.

Sehingga, menjadikan rentang kurun waktu 25 Juni 2012 hingga 25 Juni 2013 tidak bisa menjadi indikator guna dihasilkan penilaian yang objective dengan menjadikan APBA sebagai instrumen penilaian.

Namun, tentu jika ingin jujur, banyak prestasi yang di ukir oleh Pemerintahan Aceh salah satu tahun kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, yakni persoalan hak dan kedaulatan politik Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Zaini Abdullah menyadari dan paham benar, bahwa akan sangat sulit mengembangkan perekonomian Aceh dan mempercepat pertumbuhan Aceh jika secara politik aturan-aturan yang menjelaskan hubungan antara Aceh dan pemerintah pusat tidak tuntas.

Inilah yang kemudian menjadi tekad Aceh dibawah kepemimpinan Zaini guna mempercepat aturan yang menjadi kewenangan aceh, yakni berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang hingga kini beberapa diataranya tidak kunjung usai.

6 PP dan 2 Perpres yang seharusnya sudah selesai dalam kurun waktu hampir 7 tahun, hingga saat ini pusat hanya menyelesaikan kewajibannya berupa 2 PP dan 1 Perpres.

Zaini Abdullah sangat paham, sebelum Presiden SBY selesai pada tahun 2014, maka aturan-aturan tersebut sudah harus tuntas, sehingga landasan itulah yang menyebabkan era pemerintahannya selalu bergelut pada pergulatan politik antara Aceh dan Pusat. Sehingga nyaris dikatakan setahun pemerintahan Aceh menjadi tahun politik.

Kesadaran Zaini guna mendesak pusat untuk menyelesaikan sisa PP dan Perpres adalah sebuah kesadaran politik yang harus diraih, karena dengan aturan tersebutlah sendi dan kerangka ekonomi Aceh dapat dijalankan lebih optimal.

Dan tentu Zaini juga menyadari akan sangat sulit nantinya jika dalam dua tahun terakhir ini aturan tersebut tidak tuntas, dan sementara telah terjadi suksesi kepemimpinan ditingkat nasional.

Dengan berbagai pendekatan, secara politik, sudah mulai tampak kemajuan dan arah politik tentang PP dan Perpres kewenangan Aceh, dan tentunya ini sebuah kemajuan dalam setahun pemerintahannya.

Sebut saja salah satu contohnya adalah tentang aturan impor produk tertentu. Sebagai wilayah yang memiliki kekhususan dan kewenangan tersendiri, tentu sangat aneh ketika Aceh tidak dapat melakukan kegiatan impor produk tertentu akibat adanya ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang tidak memasukkan Aceh sebagai salah satu pelabuhan untuk dapat melakukan kegiatan impor produk tertentu.

Dan hal ini telah mulai di terabas pada masa kepemipinan keduanya, sehingga pada akhir tahun ini Aceh akan sudah sama seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Riau, Makasar, dimana pelabuhannya sudah dapat melakukan kegiatan impor produk tertentu.

Kita harus menyadari bahwa, era pemerintahan SBY akan berakhir pada 2014, dan setelahnya akan terjadi suksesi kepemimpinan nasional, untuk itu sebelum SBY berakhir, semua elemen rakyat di Aceh harus bersinergi untuk melakukan langkah-langkah yang kongkrit agar 6 PP dan 2 Perpres yang menjadi kewajiban pusat dapat segera dituntaskan.

Namun tentu kita juga berharap, fokus pada pergulatan politik tidak melupakan keduanya pada persoalan-persoalan lainnya, yakni sasaran pembangunan dan indikator kerja. Ekspektasi rakyat tentu harus dijawab dengan kerja-kerja ril di lapangan, sehingga rakyat benar-benar merasakan perbedaan nyata dengan kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf.


Berita Terkait
    Komentar Anda