www.Bisnisaceh.com - Nilai tukar Rupiah sempat anjlok terhadap Dolar Amerika Serikat. Penyebabnya karena adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat. Sehingga, peredaran mata uang Dolar AS di pasar spot mengalami penurunan.
Anjloknya nilai tukar Rupiah tak membuat pemerintah kalang kabut. Bank Indonesia (BI) pun tak khawatir nilai tukar Rupiah anjlok.
"Saya sebetulnya, rupiah tidak terlaku khawatir. Saya hanya ingin supaya masyarakat Indonesia dapat pesan, bahwa kita tidak perlu merasa tidak tenang. Ini sifatnya temporary (sementara)," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
Pemerintah seolah membiarkan pelemahan Rupiah terjadi. Alasannya, pelemahan ini bakal mendorong ekspor tanah air. Sementara untuk impor bakal mengalami penurunan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, secara umum Rupiah berada dalam posisi netral. Bahkan, ada pihak yang sumringah dan diuntungkan dengan pelemahan Rupiah yakni eksportir.
"Untuk importir tentu agak berat juga. Tapi secara umum justru kita perlu banyak ekspor, justru kita ingin kurangi defisit," ucapnya.
Hingga September 2015, Rupiah mengalami pelemahan mencapai 19 persen. Pelemahan ini masih lebih rendah ketimbang Malaysia 28 persen dan Brazil 49 persen.
Kendati demikian, pelemahan rupiah ini menggerus biaya operasional perusahaan. Apalagi, perusahaan yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Salah satunya, PT Pertamina (Persero).
sumber:merdeka.com