Ilustrasi. Foto: Chris Ayers
BANDA ACEH - Menjelang 10 tahun perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), senjata ilegal diperkirakan masih banyak beredar di Tanah Rencong. Akibatnya, aksi kriminalitas menggunakan senjata api masih terjadi.
Mantan Ketua Tim Aceh Monitoring Mission (AMM), Pieter Feith mengatakan, setelah penandatangan kesepakatan damai, pihak GAM sudah menyerahkan senjata-senjata yang mereka gunakan ke AMM. Senjata tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa bagian sehingga tidak dapat digunakan lagi.
"Banyaknya senjata yang masih beredar bukan berarti kita gagal, tapi mungkin itu senjata masuk baru," kata Peter kepada wartawan saat menggelar konferensi pers di ruang Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Rabu (12/8/2015).
AMM merupakan sebuah tim yang dibentuk untuk memantau implementasi dari komitmen perdamaian antara RI dan GAM. Selama bertugas, mereka memonitor proses reintegrasi GAM dan sejumlah fungsi lain.
Tim yang mulai bekerja sejak 15 September 2005 juga memantau pembubaran GAM dan melucuti persenjataannya, yang dilakukan dalam empat tahap. Saat itu, GAM menyerahkan sebanyak 840 senjata dan kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian.
Selain itu, anggota TNI maupun polisi nonorganik di Aceh juga ditarik kembali. Jumlah pasukan TNI/polisi yang ditarik yaitu sebanyak 31,681.
Kini, menjelang 10 tahun perdamaian, senjata-senjata ternyata masih beredar di Aceh. Menurut Peter, di wilayah Aceh masih ada jalur-jalur yang dapat digunakan untuk memasok senjata ilegal.
"Siapapun yang punya senjata selain anggota TNI atau Polri itu kriminal. Itu tugas polisi untuk menanganinya," ungkapnya.
Terkait munculnya sejumlah kelompok kriminal bersenjata di Aceh, seorang fasilitator perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, Juha Christensen mengatakan, pemerintah Aceh harus serius untuk menangani masalah kriminalitas.
"Kriminal itu harus ditangani dengan serius. Dalam reintegrasi, itu belum banyak berhasil. Meskipun banyak organisasi internasional yang memantau tapi proses reintegrasi belum bagus," kata Juha.
Sumber : detik