Follow Us
Beranda / Berita Umum / Kisah konyol Dahlan Iskan dibukukan

Kisah konyol Dahlan Iskan dibukukan

Reporter: tempo.co
  | Sabtu, 25 Agustus 2012 17:44 WIB

Sumber : lensaindonesia.comSumber : lensaindonesia.com

Surabaya - Kisah unik dan lucu Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan seperti tak habis digali. Setelah sejumlah buku tentang Dahlan diterbitkan, kini muncul lagi buku berjudul "Tertawa Setengah Mati ala Dahlan Iskan."

Seperti judulnya, buku setebal 190 halaman ini jauh dari kesan serius karena isinya memang hanya seputar cerita lucu dan konyol pria kelahiran Magetan, Jawa Timur, selama menjadi wartawan Tempo dan Jawa Pos.

Penulisnya, M. Djupri, yang memungut 99 buah kisah lucu dan dituangkan ke dalam buku tersebut. Djupri, wartawan Suara Indonesia era 1988 - 1991 mengumpulkan peristiwa-peristiwa jenaka Dahlan saat korannya merger dengan Jawa Pos di Surabaya pada akhir 80-an. "Di situ saya kenal Pak Dahlan," kata Djupri, 60 tahun, kepada Tempo, Jumat, 24 Agustus 2012.

Selama mengumpulkan kisah-kisah lucu Dahlan, Djupri dibantu oleh teman-temannya eks wartawan Suara Indonesia. Mereka antara lain Toto Sonata, Amang Mawardi, dan Sugeng Irawan. "Kami diam-diam mencatat kisah-kisah unik itu, tapi baru sekarang kepikiran untuk membukukannya," imbuh Djupri.

Di antara kisah lucu itu, kata Djupri, ialah saat Dahlan didamprat pelanggan Jawa Pos karena korannya telat dikirim. Dahlan, yang sudah menjadi pemimpin redaksi surat kabar itu, menerima omelan sang pelanggan lewat telepon. Ia langsung mengantarkan sendiri korannya dengan naik sepeda motor. "Sampai di rumah pelanggan, Dahlan masih diomeli. Tapi dia malah mengucapkan terima kasih," kata Djupri.

Kisah lucu lainnya ketika Dahlan menumpang ekspedisi, yaitu mobil boks perusahaan, yang mengantar koran ke arah Madiun. Di perjalanan, Dahlan, yang sudah jadi bos Jawa Pos, di tengah jalan minta berhenti ke sopir untuk membeli beberapa bungkus nasi pecel.

Pertanyaan dalam hati sopir boks terjawab saat Dahlan meminta berhenti lagi di tepi hutan Saradan menjelang dini hari. Ia lalu memanggil-manggil nama Sarimin. Seorang pria sepantaran Dahlan tergopoh-gopoh ke luar rumahnya yang sederhana.

"Kowe wis mangan apa durung? Nek durung iki lho tak gawakne pecel (Kamu sudah makan apa belum? Kalau belum ini lho saya bawakan pecel)," kata Dahlan kepada Sarimin yang ternyata temannya menggembala kambing di Magetan semasa kecil.

Di buku tersebut Djupri juga menuliskan tokoh wayang idola Dahlan. Ia bukan kesatria seperti Bima, Arjuna atau Gatotkaca, melainkan Pragota, Patih Prabu Baladewa, raja di Negara Mandura. "Dahlan suka Pragota karena dia digambarkan sebagai orang yang banyak tertawa dan selalu riang gembira," ujar Djupri.

Menurut Djupri, sikap spontan Dahlan sudah dilakukan sejak dulu. Karena itu, ia dan kawan-kawannya sesama penyusun buku tidak kaget sikap-sikap serupa tetap dibawa meski sudah menjadi menteri. "Orang lain sering melihatnya sebagai pencitraan. Tapi bagi kami sudah biasa, memang sudah gawan bayi," ujar Djupri.

Djupri mencetak bukunya sebanyak 2.000 eksempelar dan menjualnya dengan harga Rp 36 ribu. Namun, toko buku yang dititipi telah mengontak agar segera cetak ulang karena pembelinya cukup banyak. "Dahlan juga sudah baca. Komentar dia pendek saja: buagus," kata Djupri.   


Berita Terkait
    Komentar Anda